jumardilatahzan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

In Latahzan on 18/02/2011 at 1:02 pm

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 32 TAHUN 2004

TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran, serta masyarakat, serta peningkatan

daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan

dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar

pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan

persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah

disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam

kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;

c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai

dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi

daerah sehingga perlu diganti;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu, ditetapkan

Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

Mengingat:

1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22D,

Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33, dan Pasal 34 Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan

Bebas dari Korupsi Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4286);

4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4355);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400).

Dengan Persetujuan Bersama:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia

yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah

daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi

seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai

unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang- selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga

perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada

Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari

pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah

kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

10. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau

peraturan daerah kabupaten/kota.

11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.

12. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalal3 kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul “dan adat istiadat

setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia,

4. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah adalah suatu sistem

pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung

jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan

mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan

penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

4. Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana

keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

4. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

4. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagal pengurang nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

4. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran

yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada

tahun-tahun anggaran berikutnya.

4. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah

uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut

dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

4. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang

ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang

bersifat khusus bagi kepentingan nasional.

4. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut

pasangan calon adalah bakal pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan untuk

dipilih sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah.

4. Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut KPUD adalah KPU Provinsi,

Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003

yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang ini untuk menyelenggarakan pemilihan

kepala daerah dan wakil kepala daerah di setiap provinsi dan/atau kabupaten/kota.

4. Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara

Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut PPK, PPS, dan KPPS. adalah pelaksana

pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tingkat

kecamatan, desa/kelurahan, dan tempat pemungutan suara.

4. Kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut

kampanye adalah kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih. dengan menawarkan

visi, misi, dan program pasangan calon.

Pasal 2

(0) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan

daerah;

(0) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan;

(0) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluasluasnya,

kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah;

(0) Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan

dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya;

(0) Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan,

pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya;

(0) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya

lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras;

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(0) Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan

sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan

Pemerintahan;

(0) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat

khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;

(0) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta

h4k tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 3

(23) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah:

. pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD

provinsi;

. pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah

kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.

(23) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan

perangkat daerah.

BAB II

PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS

Bagian Kesatu

Pembentukan Daerah

Pasal 4

(9) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (~) ditetapkan dengan

undang-undang,

(9) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain

mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan

pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD,

pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.

(9) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah

yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.

(9) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan

pemerintahan.

Pasal 5

(2) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat

administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi, meliputi adanya

persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah

provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam

Negeri.

(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi

adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan,

persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

(2) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar

pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial

budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain

yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima)

kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk

pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon

ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Pasal 6

(1) Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan

tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah;

(2) Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi

terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah;

(3) Pedoman evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Pasal 7

(1) Penghapusan dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)

beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang.

(2) Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian rupa

bumi serta perubahan nama, atau pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan

penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas usul dan persetujuan

daerah yang bersangkutan.

Pasal 8

Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4,, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Kawasan Khusus

Pasal 9

(1) Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi

kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah

provinsi dan/atau kabupaten/kota;

(2) Fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Perdagangan

bebas dan/atau pelabuhan bebas ditetapkan dengan undang-undang;

(3) Fungsi pemerintahan tertentu selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah;

(4) Untuk membentuk kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),.

Pemerintah mengikutsertakan daerah yang bersangkutan;

(5) Daerah 1apat mengusulkan pembentukan kawasan khusus sebagaimana. dimaksud pada

ayat (1) kepada Pemerintah;

(6) Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat

(3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB III

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN

Pasal 10

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan

menjadi urusan Pemerintah,

(3) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas

otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) meliputi:

. politik luar negeri;

. pertahanan;

. keamanan;

. yustisi;

. moneter dan fiskal nasional; dan

. agama.

(3) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan

pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat

menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.

(3) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan

pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat:

. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil

Pemerintah; atau

. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan

desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Pasal 11

(6) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas,

akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan

pemerintahan.

(6) Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

pelaksanaan, hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi,

kabupaten dan kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan

sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.

(6) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,,yang

diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas

urusan wajib dan urusan pilihan.

(6) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang, bersifat wajib yang berpedoman pada standar

pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 12

(5) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan,

pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang

didesentralisasikan.

(5) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan

sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

Pasal 13

(4) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan

dalam skala provinsi yang meliputi:

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

. penyediaan sarana dan prasarana umum;

. penanganan bidang kesehatan;

. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas

kabupaten/kota;

. pengendalian lingkungan hidup;

. pelayaran pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;

. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh

kabupaten/kota; dan

. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

(4) Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang

secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Pasal 14

(2) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota

merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:

. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

. penyediaan sarana dan prasarana umum;

. penanganan bidang kesehatan;

. penyelenggaraan pendidikan;

. penanggulangan masalah sosial;

. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

. pengendalian lingkungan hidup;

. pelayanan pertanahan;

. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

. pelayanan administrasi penanaman modal;

. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan

yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal

13 dan Pasal 14 ayat (1) dan,ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(1) Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;

b. pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan

c. pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.

(2) Hubungan dalam bidang keuangan antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan

daerah, kabupaten/kota;

b. pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;

c. pembiayaan bersama atas kerja sama antardaerah; dan

d. pinjaman dan/atau hibah antarpemerintahan daerah.

(3) Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur

dalam peraturan perundang-undangan,

Pasal 16

(1) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;

b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan

c. fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan

pelayanan umum.

(2) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antarpemerintahan daerah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah;

b. kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum; dan

c. pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.

(3) Hubungan dalam bidang pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

(1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara

Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan

ayat (5) meliputi:

a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak,

budidaya, dan pelestarian;

b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan

c. penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.

(2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya

antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5)

meliputi:

a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi

kewenangan daerah;

b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya

lainnya antarpemerintahan daerah; dan

c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber

daya lainnya.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundangundangan.

Pasal 18

(3) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di

wilayah laut;

(3) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar

dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

(3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi:

. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;

. pengaturan administratif;

. pengaturan tata ruang;

. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang

dilimpahkan.. kewenangannya oleh Pemerintah;

. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan

. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

(3) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas

dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah

kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota;

(3) Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil,

kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur

sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk

kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap

penangkapan ikan oleh nelayan kecil.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat

(5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

BAB IV

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

Bagian Kesatu

Penyelenggara Pemerintahan

Pasal 19

(3) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh 1 (satu) orang wakil Presiden,

dan oleh menteri negara.

(3) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.

Bagian Kedua

Asas Penyelenggaraan Pemerintahan

Pasal 20

(7) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara

yang terdiri atas:

. asas kepastian hukum;

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

. asas tertib. penyelenggara negara;

. asas kepentingan umum;

. asas keterbukaan;

. asas proporsionalitas;

. asas profesionalitas;

. asas akuntabilitas;

. asas efisiensi; dan

. asas efektivitas.

(7) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi,

tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas

otonomi dan tugas pembantuan.

Bagian Ketiga

Hak dan Kewajiban Daerah

Pasal 21

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:

b. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;

b. memilih pimpinan daerah;

b. mengelola aparatur daerah;

b. mengelola kekayaan daerah;

b. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

b. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang

berada di daerah;

b. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan

b. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:

c. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

c. mengembangkan kehidupan demokrasi;

c. mewujudkan keadilan dan pemerataan;

c. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

c. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

c. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;

c. h, mengembangkan sistem jaminan sosial;

c. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;

c. J. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

c. melestarikan lingkungan hidup;

c. mengelola administrasi kependudukan;

c. melestarikan nilai sosial budaya;

c. membentuk dan menetapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan

kewenangannya; dan

c. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pasal 23

(1) Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22

diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk

pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan

keuangan daerah,

(2) Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara

efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundangundangan.

Bagian Keempat

Pemerintah Daerah

Paragraf Kesatu

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 24

(1) Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah.

(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, untuk

kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota.

(3) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh satu orang wakil kepala

daerah.

(4) Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk provinsi disebut wakil

Gubernur untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota.

(5) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.

Paragraf Kedua

Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 25

Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang:

a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan

bersama DPRD;

b. mengajukan rancangan Perda;

c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas

dan ditetapkan bersama;

e. mengupayakan”terlaksananya kewajiban daerah;

f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum

untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26

(1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas:

a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;

b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di

daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta

mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup;

. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota

bagi wakil kepala daerah provinsi;

. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan,

kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota;

. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan

kegiatan pemerintah daerah;

. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala

daerah; dan

. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah

berhalangan.

(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wakil kepala daerah

bertanggung jawab kepada kepala daerah.

(5) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila

kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan

kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.

Pasal 27

(7) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan

Pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban:

. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan

memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

. meningkatkan kesejahteraan rakyat;

. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

. melaksanakan kehidupan demokrasi;

. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;

. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;

. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;

. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah;

. menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua

perangkat daerah;

. menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan

Rapat Paripurna DPRD.

(7) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah

mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan

daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban

kepada DPRD, serta menginformasikan laporan, penyelenggaraan pemerintahan daerah

kepada masyarakat.

(7) Laporan, penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada,Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk

Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1

(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

(7) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar

melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan

lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat

(4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Paragraf Ketiga

Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 28

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:

a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota

keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan

sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan

masyarakat lain;

b. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah, atau

dalam yayasan bidang apapun;

c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung

maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;

d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak

lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

e. menjadi advokat atau kuasa, hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang

dimaksud dalam Pasal 25 huruf f;

f. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;

g. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD sebagaimana

yang ditetapkan dalam,peraturan perundang-undangan.

Paragraf Keempat

Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 29

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:

a. meninggal dunia;

b. permintaan sendiri; atau

c. diberhentikan.

(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

diberhentikan karena:

a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara

berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;

d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala

daerah;

e. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;

f. melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

(3) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1.) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diberitahukan oleh pimpinan

DPRD untuk diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD.

(4) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf d dan huruf e dilaksanakan dengan ketentuan:

a. Pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah diusulkan kepada Presiden

berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah

dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau

tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah;

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

b. Pendapat DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan melalui Rapat

Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari

jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya

2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir;

. Mahkamah Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD

tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah permintaan DPRD itu diterima

Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final;

. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala

daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan

kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh

sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan.

diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah

anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian kepala daerah

dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden;

. Presiden wajib memproses usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala

daerah tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul

tersebut.

Pasal 30

(7) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa

melalui usulan DPRD apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam

dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan

pengadilan;

(7) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui

usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada, ayat

(1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 31

(4) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa

ro2talui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana

terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.

(4) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui

usulan DPRD karena terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat

memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 32

(2) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah menghadapi krisis kepercayaan

publik yang meluas karena dugaan melakukan tindak pidana dan melibatkan tanggung

jawabnya, DPRD menggunakan hak angket untuk menanggapinya.

(2) Penggunaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah

mendapatkan persetujuan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya

3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan

sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk

melakukan penyelidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

(2) Dalam hal ditemukan bukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

DPRD menyerahkan proses, penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah karena melakukan

tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih

berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan pemberhentian sementara

dengan keputusan DPRD.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(2) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Presiden menetapkan

pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

(2) Apabila kepala daerah dan/atau wakil,a kepala daerah dinyatakan bersalah berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud

pada ayat (4), pimpinan DPRD mengusulkan pemberhentian berdasarkan keputusan Rapat

Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah

anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua

pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

(2) Berdasarkan keputusan DPRD. sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Presiden

memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

Pasal 33

(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5) setelah melalui

proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden telah

merehabilitasikan dan mengaktifkan kembali kepala. daerah dan/atau wakil kepala daerah

yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatannya.

(2) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Presiden

merehabilitasikan kepala 4aerah dan/atau wakil kepala daerah yang bers4ngkutan dan tidak.

mengaktifkannya kembali.

(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 30, Pasal 31, dan

Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 34

(7) Apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30

ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), wakil kepala daerah melaksanakan tugas

dan kewajiban kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

(7) Apabila wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat

(1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), tugas dan kewajiban wakil kepala daerah

dilaksanakan oleh kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

(7) Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), Presiden

menetapkan penjabat Gubernur atas usul Menteri Dalam Negeri atau penjabat

Bupati/Walikota atas usul Gubernur dengan pertimbangan DPRD sampai dengan adanya

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(7) Tata cara penetapan, kriteria calon, dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 35

(3) Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal

31 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (7) jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah

sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan

keputusan- Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden.

(3) Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah

mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna

DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya

terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(3) Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti atau diberhentikan secara

bersamaan dalam masa jabatannya, Rapat Paripurna DPRD memutuskan dan menugaskan

KPUD untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah paling

lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak ditetapkannya penjabat kepala daerah.

(3) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil. kepala daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah

sampai dengan Presiden mengangkat penjabat kepala daerah.

(3) Tata cara pengisian kekosongan persyaratan dan masa jabatan penjabat sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf Kelima

Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 36

(4) Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah

dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik.

(4) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh

Presiden dalam waktu. paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya

permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan.

(4) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis

sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau

. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati,

atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

(4) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah dilakukan wajib

dilaporkan kepada Presiden paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat)

jam.

Paragraf Keenam

Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah

Pasal 37

(5) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah

provinsi yang bersangkutan.

(5) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab

kepada Presiden.

Pasal 38

(5) Gubernur dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memiliki tugas dan

wewenang:

. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;

. koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan

kabupaten/kota;

. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di

daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(5) Pendanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada,ayat (1)

dibebankan kepada APBN.

(5) Kedudukan keuangan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(4) Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Paragraf Kesatu

Umum

Pasal 39

Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang, ini berlaku ketentuan

Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Paragraf Kedua

Kedudukan dan Fungsi

Pasal 40

DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pasal 41

DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Paragraf Ketiga

Tugas dan Wewenang

Pasal 42

(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:

a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan

bersama;

b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala

daerah;

c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundangundangan

lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah

dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di

daerah;

d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah

kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada

Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;

e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala

daerah;

f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap

rencana perjanjian internasional di daerah;

g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan

oleh pemerintah daerah;

h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah;

i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan

pemilihan kepala daerah;

k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak

ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

(2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan

tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Paragraf Keempat

Hak dan Kewajiban

Pasal 43

(1) DPRD mempunyai hak:

a. interpelasi;

b. angket; dan

c. menyatakan pendapat.

(2) Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah

diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan mendapatkan

persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga

perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya

2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

(3) Dalam menggunakan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk panitia

angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam waktu paling lama 60

(enam puluh) hari telah menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD.

(4) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

memanggil, mendengar, dan memeriksa seseorang yang dianggap mengetahui atau patut

mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta untuk meminta menunjukkan surat atau

dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.

(5) Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

wajib memenuhi panggilan panitia angket kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan

perundang-undangan.

(6) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan

sebagaimana dimaksud pada ayat (5), panitia angket dapat memanggil secara paksa

dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia. sesuai dengan peraturan

perundang-undangan,

(7) Seluruh basil kerja panitia angket bersifat rahasia.

(8) Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur

dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundangundangan.

Pasal 44

(1) Anggota DPRD mempunyai hak:

a. mengajukan rancangan Perda;

b. mengajukan pertanyaan;

c. menyampaikan usul dan pendapat;

d. memilih dan dipilih;

e. membela diri;

f. imunitas;

g. protokoler; dan

h. keuangan dan administratif.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(2) Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Pasal 45

Anggota DPRD mempunyai kewajiban:

h. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan;

h. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

h. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia;

h. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;

h. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

h. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;

h. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai

wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya;

h. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah/janji anggota DPRD;

h. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

Paragraf Kelima

Alat Kelengkapan DPRD

Pasal 46

(2) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:

. pimpinan;

. komisi;

. panitia musyawarah;

. panitia anggaran;

. Badan Kehormatan; dan

. alat kelengkapan lain yang diperlukan.

(2) Pembentukan, susunan, tugas, dan wewenang alat kelengkapan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berpedoman pada

peraturan perundang-undangan.

Pasal 47

(9) Badan Kehormatan DPRD dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.

(9) Anggota Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan

oleh anggota DPRD dengan ketentuan:

. untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan sampai dengan 34 (tiga puluh

empat) berjumlah 3 (tiga) orang, dan untuk DPRD yang beranggotakan 35 (tiga puluh

lima) sampai dengan 45 (empat puluh lima) berjumlah 5 (lima) orang;

. untuk DPRD provinsi yang beranggotakan sampai dengan 74 (tujuh puluh empat)

berjumlah 5 (lima) orang, dan untuk DPRD yang beranggotakan 75 (tujuh puluh lima)

sampai dengan 100 (seratus) berjumlah 7 (tujuh) orang.

(9) Pimpinan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas

seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan

Kehormatan.

(9) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sebuah sekretariat

yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pasal 48

Badan Kehormatan mempunyai tugas:

b. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para anggota DPRD dalam rangka

menjaga, martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD;

b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap Peraturan Tata Tertib

dan Kode Etik DPRD serta sumpah/janji;

b. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD,

masyarakat dan/atau pemilih;

b. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana

dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD.

Pasal 49

(4) DPRD wajib menyusun kode etik untuk menjaga martabat dan kehormatan anggota DPRD

dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

(4) Kode etik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

. pengertian kode etik;

. tujuan kode etik;

. pengaturan sikap, tata kerja, dan tata hubungan antarpenyelenggara pemerintahan

daerah dan antaranggota serta antara anggota DPRD dan pihak lain;

. hal yang baik dan sepantasnya dilakukan oleh anggota DPRD;

. etika dalam penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, sanggahan; dan

. sanksi dan rehabilitasi.

Pasal 50

(4) Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam fraksi.

(4) Jumlah anggota setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya

sama dengan jumlah komisi di DPRD.

(4) Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari 1 (satu) partai politik yang tidak

memenuhi syarat untuk membentuk 1 (satu) fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang ada

atau membentuk fraksi gabungan.

(4) Fraksi yang ada wajib menerima anggota DPRD dari partai politik lain yang tidak memenuhi

syarat untuk dapat membentuk satu fraksi.

(4) Dalam hal fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah dibentuk,

kemudian tidak lagi memenuhi syarat sebagai fraksi gabungan, seluruh anggota fraksi

gabungan tersebut wajib bergabung dengan fraksi dan/atau fraksi gabungan lain yang

memenuhi syarat.

(4) Parpol yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi hanya dapat membentuk satu

fraksi.

(4) Fraksi gabungan dapat dibentuk oleh partai politik dengan syarat sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dan ayat (5).

Pasal 51

(2) DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) sampai dengan 75 (tujuh puluh

lima) orang membentuk 4 (empat) komisi, yang beranggotakan lebih dari 75 (tujuh puluh

lima) orang membentuk 5 (lima) komisi.

(2) DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh

lima) orang membentuk 3 (tiga) komisi, yang beranggotakan lebih dari 3.5 (tiga puluh lima)

orang membentuk 4 (empat) komisi.

Pasal 52

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(7) Anggota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan

dan/atau pendapat yang dikemukakan secara lisan. ataupun tertulis dalam rapat DPRD,

sepanjang tidak bertentangan. dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik DPRD.

(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang

bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk

dirahasiakan, atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia

negara dalam peraturan perundang-undangan.

(7) Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan dan/atau

pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD.

Pasal 53

(2) Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya persetujuan

tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi anggota DPRD provinsi dan dari

Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD kabupaten/kota.

(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam

waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari semenjak diterimanya permohonan, proses

penyidikan dapat dilakukan.

(2) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis

dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah;

. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau

. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau

tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

(2) Setelah tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan, tindakan penyidikan

harus dilaporkan kepada pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) paling lambat 2 (dua kali) 24 (dua puluh empat) jam.

Bagian Keenam

Larangan dan Pemberhentian Anggota DPRD

Pasal 54

(3) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai:

. pejabat negara lainnya;

. hakim pada badan peradilan;

. pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada badan usaha milik negara,

badan usaha milik daerah dan/atau badan lain yang anggarannya bersumber dari

APBN/APBD.

(3) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga

pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktik

dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai

anggota DPRD.

(3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

(3) Anggota DPRD yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib

melepaskan pekerjaan tersebut selama menjadi anggota DPRD.

(3) Anggota DPRD yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

diberhentikan oleh pimpinan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan DPRD.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),

dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan

perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Penggantian Antarwaktu Anggota DPRD

Pasal 55

(5) Anggota DPRD berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:

. meninggal dunia;

. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan

. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan.

(5) Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu, karena:

. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara

berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD;

. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau melanggar kode etik DPRD;

. tidak melaksanakan kewajiban anggota DPRD;

. melanggar larangan bagi anggota DPRD;

. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana

paling singkat 5 (lima) tahun penjara atau lebih.

(5) Pemberhentian anggota DPRD yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri

melalui Gubernur bagi anggota DPRD provinsi dan kepada Gubernur melalui

Bupati/Walikota bagi anggota DPRD kabupaten/kota untuk diresmikan pemberhentiannya.

(5) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf

c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan setelah ada keputusan DPRD berdasarkan

rekomendasi dari Badan Kehormatan DPRD.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat

(4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD berpedoman pada peraturan perundangundangan.

Bagian Kedelapan

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Paragraf Kesatu

Pemilihan

Pasal 56

(6) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang

dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

dan adil.

(6) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau

gabungan partai politik.

Pasal 57

(5) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang

bertanggung jawab kepada DPRD.

(5) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan

kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD.

(5) Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah,

dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang

keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh

masyarakat,

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(4) Anggota panitia pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah 5 (lima) orang

untuk provinsi, 5 (lima) orang untuk kabupaten/kota dan 3 (tiga) orang untuk kecamatan.

(5) Panitia pengawas kecamatan diusulkan oleh panitia pengawas kabupaten/kota untuk

ditetapkan oleh DPRD.

(6) Dalam hal tidak didapatkan unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), panitia pengawas

kabupaten/kota/kecamatan dapat diisi oleh unsur yang lainnya.

(7) Panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibentuk oleh dan

bertanggung jawab kepada DPRD dan berkewajiban menyampaikan laporannya.

Pasal 58

Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang

memenuhi syarat:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan

Republik Indonesia serta Pemerintah;

c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;

d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;

e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan basil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim

dokter;

f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;

g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap;

h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;

i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;

j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan

hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;

k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap;

l. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib

mempunyai bukti pembayaran pajak;

n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan

pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;

o. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali

masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan

p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah.

Pasal 59

(1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang

diusulkan Secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

(2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurangkurangnya

15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen)

dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah yang

bersangkutan.

(3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya

bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis

dan transparan.

(7) Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik

memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.

(7) Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib

menyerahkan:

. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan

partai politik yang bergabung;

. kesepakatan tertulis antar partai politik yang bergabung untuk mencalonkan pasangan

calon;

. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan

yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan partai politik yang

bergabung;

. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan

wakil kepala daerah secara berpasangan;

. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon;

. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih

menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan;

. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari

pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang

bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya;

. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang

mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;

. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 58; dan

. naskah visi, misi, dan, program dari pasangan calon secara tertulis.

(7) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi

oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya.

(7) Masa pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7

(tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon.

Pasal 60

(16) Pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) diteliti persyaratan

administrasinya dengan melakukan klarifikasi kepada instansi pemerintah yang berwenang

dan menerima masukan dari masyarakat terhadap persyaratan pasangan calon.

(16) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada

pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan, paling lambat 7

(tujuh) hari terhitung sejak tanggal penutupan pendaftaran.

(16) Apabila pasangan calon belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau Pasal 59, partai politik atau gabungan

partai politik yang mengajukan calon diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau

memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon atau mengajukan calon

baru paling lambat 7 (tujuh) had sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh

KPUD.

(16) KPUD melakukan penelitian ulang kelengkapan dan atau perbaikan persyaratan pasangan

calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan sekaligus memberitahukan hasil penelitian

tersebut paling lambat 7 (tujuh) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai

politik yang mengusulkan.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(5) Apabila hasil penelitian berkas pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak

memenuhi syarat dan ditolak oleh KPUD, partai politik dan atau gabungan partai politik, tidak

dapat lagi mengajukan pasangan calon.

Pasal 61

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan ayat (4),

KPUD menetapkan pasangan calon paling kurang 2 (dua) pasangan calon yang dituangkan

dalam Berita Acara Penetapan pasangan calon.

(2) Pasangan calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan

secara luas paling lambat 7 (tujuh) hari sejak selesainya penelitian.

(3) Terhadap pasangan calon yang telah ditetapkan dan diumumkan, selanjutnya dilakukan

undian secara terbuka untuk menetapkan nomor urut pasangan calon.

(4) Penetapan dan pengumuman pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat

final dan mengikat.

Pasal 62

(1) Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya dan/atau pasangan

calonnya dan pasangan calon atau salah seorang dari pasangan calon, dilarang

mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPUD.

(2) Apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik calonnya dan/atau pasangan

calon dan/atau salah seorang dari pasangan calon mengundurkan diri sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan tidak

dapat mengusulkan calon pengganti.

Pasal 63

(1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap sejak penetapan calon

sampai pada saat dimulainya hari kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang

pasangan calonnya berhalangan tetap dapat mengusulkan pasangan calon pengganti paling

lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan

penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling

lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan.

(2) Dalam hal salah 1 (satu) calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada saat

dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) pasangan

calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan

gugur.

(3) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya

kampanye sampai hari pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2

(dua) 40 pasangan, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari dan partai politik atau gabungan partai politik yang

pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling

lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan

penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling

lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan.

Pasal 64

(1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan

suara putaran pertama sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, tahapan

pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lambat 30

(tiga puluh) hari.

(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap

mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon

berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KPUD melakukan penelitian

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4

(empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan.

Pasal 65

(1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan melalui masa persiapan,

dan tahap pelaksanaan.

(2) Masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan;

b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala

daerah;

c. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan

pelaksanaan pemilihan kepala daerah;

d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS;

e. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.

(3) Tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Penetapan daftar pemilih;

b. Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah;

c. Kampanye;

d. Pemungutan suara;

e. Penghitungan suara; dan

f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah terpilih, pengesahan,

dan pelantikan.

(4) Tata cara pelaksanaan masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tahap

pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur KPUD dengan berpedoman pada

Peraturan Pemerintah.

Pasal 66

(1) Tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah adalah:

a. merencanakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

b. menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;

c. mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan

pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

d. menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta pemungutan suara

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

e. meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan

calon;

f. meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan;

g. menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan;

h. menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye;

i. mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;

j. menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

k. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah;

l. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundangundangan;

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

m. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan

mengumumkan hasil audit.

(2) Dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur KPUD, kabupaten/kota

adalah bagian pelaksana tahapan penyelenggaraan pemilihan yang ditetapkan oleh KPUD

provinsi.

(2) Tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah adalah:

. memberitahukan kepada kepala daerah mengenai akan berakhirnya masa jabatan;

. mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir

masa jabatannya dan mengusulkan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala

daerah terpilih;

. melakukan pengawasan pada semua tahapan pelaksanaan pemilihan;

. membentuk panitia pengawas;

. meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD; dan

. menyelenggarakan rapat paripurna untuk mendengarkan penyampaian visi, misi, dan

program dari pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(2) Panitia pengawas pemilihan mempunyai tugas dan wewenang:

. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah;

. menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilihan kepala

daerah dan wakil kepala daerah;

. menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan kepala

daerah dan wakil kepala daerah;

. meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang

berwenang; dan

. mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua tingkatan.

Pasal 67

(4) KPUD berkewajiban;

. memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara;

. menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan

peraturan perundang-undangan;

. menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan pemilihan dan

menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat;

. memelihara arsip dan dokumen pemilihan serta mengelola barang inventaris milik

KPUD berdasarkan peraturan perundang-undangan;

. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada DPRD;

. melaksanakan semua tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

secara tepat waktu.

Paragraf Kedua

Penetapan Pemilih

Pasal 68

Warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan

wakil kepala daerah sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai

hak memilih.

Pasal 69

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(4) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar

sebagai pemilih.

(4) Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:

e. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;

e. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan, putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap.

(4) Seorang warga negara Republik Indonesia yang telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata

tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat menggunakan

hak memilihnya.

Pasal 70

(1) Daftar pemilih pada saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah digunakan

sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(1) Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan daftar pemilih

tambahan yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih ditetapkan sebagai daftar

pemilih sementara.

Pasal 71

Pemilih yang telah terdaftar sebagai pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diberi tanda

bukti pendaftaran untuk ditukarkan dengan kartu pemilih untuk setiap pemungutan suara.

Pasal 72

(3) Seorang pemilih hanya didaftar 1 (satu) kali dalam daftar pemilih.

(3) Apabila seorang pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat tinggal, pemilih tersebut harus

menentukan satu di antaranya untuk ditetapkan sebagai tempat tinggal yang dicantumkan

dalam daftar pemilih.

Pasal 73

(2) Pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70

kemudian, berpindah tempat tinggal atau karena gin menggunakan hak pilihnya di tempat

lain, pemilih yang bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat.

(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama pemilih dari daftar pemilih dan

memberikan surat keterangan pindah tempat memilih.

(2) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di tempat pemilihan yang baru.

(2) Pemilih terdaftar yang karena sesuatu hal terpaksa tidak dapat menggunakan hak pilihnya di

TPS yang sudah ditetapkan, yang, bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya di tempat

lain dengan menunjukkan kartu pemilih.

Pasal 74

(2) Berdasarkan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan, Pasal 73 PPS

menyusun dan menetapkan daftar pemilih sementara.

(2) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh PPS untuk

mendapat tanggapan masyarakat.

(2) Pemilih yang belum terdaftar dalam daftar pemilih sementara dapat mendaftarkan diri ke

PPS dan dicatat dalam daftar pemilih tambahan.

(2) Daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tambahan ditetapkan sebagai daftar pemilih

tetap.

(2) Daftar pemilih tetap disahkan dan diumumkan oleh PPS.

(2) Tata cara pelaksanaan pendaftaran pemilih ditetapkan oleh KPUD.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Paragraf Ketiga

Kampanye

Pasal 75

(4) Kampanye dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan

wakil kepala daerah.

(4) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14 (empat belas) had

dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.

(4) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang

dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik yang

mengusulkan pasangan calon.

(4) Tim kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didaftarkan ke KPUD bersamaan

dengan pendaftaran pasangan calon.

(4) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersama-sama atau

secara terpisah oleh pasangan calon dan/atau oleh tim kampanye.

(4) Penanggung jawab kampanye adalah pasangan calon yang pelaksanaannya

dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye.

(4) Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang di provinsi, kabupaten/kota bagi pasangan

calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan

calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.

(4) Dalam kampanye, rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri kampanye.

(4) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPUD dengan memperhatikan usul dari

pasangan calon.

Pasal 76

(6) Kampanye dapat dilaksanakan melalui:

. pertemuan terbatas;

. tatap muka dan dialog;

. penyebaran melalui media cetak dan media elektronik;

. penyiaran melalui radio dan/atau televisi;

. penyebaran bahan kampanye kepada umum;

. pemasangan alat peraga di tempat umum;

. rapat umum;

. debat publik/debat terbuka antarcalon; dan/atau

. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

(6) Pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan maupun tertulis

kepada masyarakat.

(6) Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berhak untuk mendapatkan informasi atau

data dari pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

(6) Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat

edukatif.

(6) Penyelenggaraan kampanye dilakukan di seluruh wilayah provinsi untuk pemilihan gubernur

dan wakil gubernur dan di seluruh wilayah kabupaten/kota untuk pemilihan bupati dan wakil

bupati dan walikota dan wakil walikota.

Pasal 77

(9) Media cetak dan media elektronik memberikan kesempatan yang sama kepada, pasangan

calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(2) Media elektronik dan media cetak wajib memberikan kesempatan yang sama kepada

pasangan calon untuk memasang iklan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

dalam rangka kampanye.

(3) Pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk

menggunakan fasilitas umum.

(4) Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas atau rapat umum yang diadakan oleh

pasangan calon hanya dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau

atribut pasangan calon yang bersangkutan.

(5) KPUD berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat

peraga untuk keperluan kampanye.

(6) Pemasangan alat peraga kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5) oleh pasangan

calon dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan

kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Pemasangan alat peraga kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau

badan swasta harus seizin pemilik tempat tersebut.

(8) Alat peraga kampanye harus sudah dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari

pemungutan suara.

Pasal 78

Dalam kampanye dilarang:

a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah/wakil kepala daerah

dan/atau partai politik;

c. menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok

masyarakat;

d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan

kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau partai politik;

e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;

f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan

dari pemerintahan yang sah;

g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon lain;

h. menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah;

i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan; dan

j. melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan

kendaraan di jalan raya.

Pasal 79

(1) Dalam kampanye, dilarang melibatkan:

a. hakim pada semua peradilan;

b. pejabat BUMN/BUMD;

c. pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri;

d. kepala desa.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pejabat tersebut

menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(3) Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam

melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan:

a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya;

b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

c. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(4) Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional

Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye

dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Pasal 80

Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa dilarang

membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan

calon selama masa kampanye.

Pasal 81

(1) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, merupakan tindak

pidana dan dikenal sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan huruf j, yang merupakan pelanggaran tata cara

kampanye dikenai sanksi:

a. peringatan tertulis apabila penyelenggara kampanye melanggar larangan walaupun

belum terjadi gangguan;

b. penghentian kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh

daerah pemilihan yang bersangkutan apabila terjadi gangguan terhadap keamanan

yang berpotensi menyebar ke daerah pemilihan lain.

(3) Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran larangan pelaksanaan kampanye

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPUD.

(4) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 79 dikenai sanksi penghentian kampanye selama masa kampanye oleh KPUD.

Pasal 82

(1) Pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang

atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.

(2) Pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD.

Pasal 83

(1) Dana kampanye dapat diperoleh dari:

a. pasangan calon;

b. partai politik dan/atau, gabungan partai politik yang mengusulkan;

c. sumbangan pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan

perseorangan dan/atau badan hukum swasta.

(2) Pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana kampanye dan rekening yang

dimaksud didaftarkan kepada KPUD.

(3) Sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dari

perseorangan dilarang melebihi Rp50.000.000,00 (lima puluh, juta rupiah) dan dari badan

hukum swasta dilarang melebihi Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).

(4) Pasangan calon dapat menerima dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk

uang secara langsung untuk kegiatan kampanye.

(5) Sumbangan kepada pasangan calon yang lebih dari Rp2.500,000,00 (dua juta lima ratus

ribu rupiah) baik dalam bentuk uang maupun bukan dalam bentuk uang yang dapat

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

dikonversikan ke dalam nilai uang wajib dilaporkan kepada KPUD mengenai jumlah dari

identitas pemberi sumbangan.

(6) Laporan sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan ayat (5)

disampaikan oleh pasangan calon kepada KPUD dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa

kampanye dimulai dan I (satu) hari sesudah masa kampanye berakhir.

(7) KPUD mengumumkan melalui media massa laporan sumbangan dana kampanye setiap

pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada masyarakat satu hari setelah

menerima laporan dari pasangan calon.

Pasal 84

(1) Dana kampanye digunakan oleh pasangan calon, yang teknis pelaksanaannya dilakukan

oleh tim kampanye.

(2) Dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh pasangan

calon kepada KPUD paling lambat 3 (tiga) hari setelah hari pemungutan suara.

(3) KPUD wajib menyerahkan laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

kepada kantor akuntan publik paling lambat 2 (dua) hari setelah KPUD menerima laporan

dana kampanye dari pasangan calon.

(4) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari setelah

diterimanya laporan dana kampanye dari KPUD.

(5) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan oleh KPUD paling lambat 3

(tiga) hari setelah KPUD menerima laporan hasil audit dari kantor akuntan publik.

(6) Laporan dana kampanye yang diterima KPUD wajib dipelihara dan terbuka untuk umum.

Pasal 85

(1) Pasangan calon dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk kampanye yang

berasal dari:

a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga

negara asing;

b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya;

c. pemerintah, BUMN, dan BUMD.

(2) Pasangan calon yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPUD paling

lambat 14 (empat belas) hari setelah rasa kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan

tersebut kepada kas daerah.

(3) Pasangan calon yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai

sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPUD.

Paragraf Keempat

Pemungutan Suara

Pasal 86

(1) Pemungutan suara pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah,

diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir.

(2) Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan suara melalui surat suara yang berisi

nomor, foto, dan nama pasangan calon.

(3) Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan.

Pasal 87

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(1) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dicetak sama dengan

jumlah pemilih tetap dan ditambah 2,5 % (dua setengah perseratus) dari jumlah pemilih

tersebut.

(3) Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagal cadangan

di setiap TPS untuk mengganti surat suara pemilih yang keliru memilih pilihannya serta surat

suara yang rusak.

(3) Penggunaan tambahan surat. suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita

acara.

Pasal 88

Pemberian suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan dengan

mencoblos salah satu pasangan calon dalam surat suara.

Pasal 89

(3) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat

memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas

permintaan pemilih.

(3) Petugas KPPS atau orang lain yang membantu pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) wajib merahasiakan pilihan pemilih yang dibantunya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai, pemberian bantuan kepada pemilih sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 90

(3) Jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak-banyaknya 300 (tiga ratus) orang.

(3) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah

dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat

memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan rahasia.

(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPUD.

Pasal 91

(3) Untuk keperluan pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala

daerah disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang digunakan oleh pemilih.

(3) Jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan warna kotak suara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditetapkan oleh KPUD dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 92

(3) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS melakukan:

. pembukaan kotak suara;

. pengeluaran seluruh isi kotak suara;

. pengidentifikasian jenis dokumen dan peralatan; serta

. penghitungan jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan.

(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi dari

pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara yang

ditandatangani oleh Ketua KPPS, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS dan

dapat ditandatangani oleh saksi dari pasangan calon.

Pasal 93

(2) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92, KPPS memberikan

penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(2) Dalam memberikan suara, pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan

kehadiran pemilih.

(2) Apabila menerima surat suara yang ternyata rusak, pemilih dapat meminta surat suara

pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS memberikan surat suara pengganti hanya satu

kali.

(2) Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih dapat meminta surat

suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS. memberikan surat suara pengganti hanya

satu kali.

(2) Penentuan waktu dimulai dan berakhirnya pemungutan suara ditetapkan oleh KPUD.

Pasal 94

(3) Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS.

(3) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan

berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 95

Suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dinyatakan sah apabila:

e. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan

e. tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu pasangan

calon; atau

e. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan

nama pasangan calon yang telah ditentukan; atau

e. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang

memuat nomor, foto dan nama pasangan calon; atau

e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan

nama pasangan calon.

Pasal 96

(2) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir.

(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung:

. jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar pemilih tetap untuk

TPS;

. jumlah pemilih dari TPS lain;

. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan

. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos.

(2) Penggunaan surat suara tambahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua

KPPS dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS.

(2) Penghitungan suara dilakukan dan selesai di TPS oleh KPPS dan dapat dihadiri oleh saksi

pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari tim kampanye yang bersangkutan

dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS.

(2) Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi pasangan calon,

panitia pengawas, pemantau; dan warga masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara

jelas proses penghitungan suara.

(2) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat

mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara, oleh KPPS apabila ternyata

terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan

pembetulan.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(9) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan

sertifikat basil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya

2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

(10) KPPS memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat basil penghitungan

suara kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar

sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.

(11) KPPS menyerahkan berita acara, sertifikat hasil penghitungan suara, surat suara, dan alat

kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS segera setelah

selesai penghitungan suara.

Pasal 97

(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, PPS membuat berita

acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat desa/kelurahan

dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga

masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang

bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPS.

(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat

mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPS apabila ternyata

terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPS seketika itu juga mengadakan

pembetulan.

(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi basil penghitungan suara di semua TPS dalam

wilayah kerja desa/kelurahan yang bersangkutan, PPS membuat berita acara dan sertifikat

rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan paling sedikit 2

(dua) orang anggota PPS serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon,

(6) PPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi

hasil penghitungan suara di PPS kepada saksi pasangan calon yang hadir dan

menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat basil penghitungan suara di tempat umum.

(7) PPS wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi

basil penghitungan suara di PPS kepada PPK setempat.

Pasal 98

(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, PPK membuat berita

acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kecamatan dan

dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga

masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang

bersangkutan, dan menyerahkannya kepada PPK.

(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat

mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPK apabila ternyata

terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan.

(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPS dalam

wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan sertifikat

rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurangkurangnya

2 (dua) orang anggota PPK serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

(6) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi

hasil penghitungan suara di PPK kepada saksi pasangan calon yang hadir dan

menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat basil, penghitungan suara di tempat umum.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(7) PPK wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi

basil penghitungan suara di PPK kepada KPU kabupaten/kota.

Pasal 99

(7) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, KPU kabupaten/kota

membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat

kabupaten/kota dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon panitia pengawas, pemantau,

dan warga masyarakat.

(7) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang

bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU kabupaten/kota.

(7) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat

mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPU kabupaten/kota

apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU kabupaten/kota seketika itu juga mengadakan

pembetulan.

(7) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPK dalam

wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, KPU kabupaten/kota membuat berita acara

dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU kabupaten/kota serta ditandatangani oleh

saksi pasangan calon.

(7) KPU kabupaten/kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat

rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU kabupaten/kota kepada saksi pasangan calon

yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di

tempat umum.

(7) KPU kabupaten/kota wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan

sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU kabupaten/kota kepada KPU provinsi.

Pasal 100

(7) Dalam hal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota, berita acara

dan rekapitulasi hasil penghitungan suara selanjutnya diputuskan dalam pleno KPU

kabupaten/kota untuk menetapkan pasangan calon terpilih.

(7) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan

kepada DPRD kabupaten/kota untuk diproses pengesahan dan pengangkatannya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 101

(7) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, KPU provinsi

membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat

provinsi dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan

warga masyarakat.

(7) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang

bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU provinsi.

(7) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat

mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPU provinsi apabila

ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU provinsi seketika itu juga mengadakan

pembetulan.

(7) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua KPU

kabupaten/kota, KPU provinsi membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil

penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang

anggota KPU provinsi serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(7) KPU provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat

rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU provinsi kepada saksi pasangan calon yang

hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat basil penghitungan suara di tempat

umum.

Pasal 102

(2) Berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal

101 ayat (5) selanjutnya diputuskan dalam pleno KPU, provinsi untuk menetapkan pasangan

calon terpilih.

(2) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh KPU provinsi

disampaikan kepada DPRD provinsi untuk diproses pengesahan pengangkatannya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 103

(6) Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan

pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan sebagai berikut:

. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;

. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang penerangan cahaya;

. saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat tidak

dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;

. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah

ditentukan; dan/atau

. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara

yang tidak sah.

(6) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPS apabila terjadi perbedaan data

jumlah suara dari TPS.

(6) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPK apabila terjadi perbedaan data

jumlah suara dari PPS.

(6) Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada tingkat KPU Kabupaten/Kota, dan KPU

Provinsi, dilakukan pengecekan ulang terhadap sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan

suara pada 1 (satu) tingkat di bawahnya.

Pasal 104

(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi kerusuhan yang mengakibatkan

hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan Mara tidak dapat

dilakukan.

(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan

Panitia Pengawas Kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih dari keadaan sebagai berikut:

. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak

dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

. petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau

menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;

. lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang

sama atau TPS yang berbeda;

. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh

pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau

. lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan

memberikan suara pada TPS.

Pasal 105

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Penghitungan suara dan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dan

Pasal 104 diputuskan oleh PPK dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah hari

pemungutan suara.

Pasal 106

(4) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling

lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala

daerah.

(4) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil

penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.

(4) Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud, pada ayat (1)

disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala

daerah provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah kabupaten/kota.

(4) Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya

permohonan keberatan oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.

(4) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan

mengikat,

(4) Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana -dimaksud pada

ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil

penghitungan suara pemilihan kepal4 daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota.

(4) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat final.

Paragraf Kelima

Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan

Pasal 107

(2) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari

50% (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagal pasangan calon terpilih.

(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon

kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh

lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar

dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

(2) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan

pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.

(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada

yang mencapai 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan

putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.

(2) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan

calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua.

(2) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh tiga

pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan

wilayah perolehan suara yang lebih luas.

(2) Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari

satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang

lebih luas.

(2) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak

pada, putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pasal 108

(7) Dalam hal calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih

dilantik menjadi kepala daerah.

(7) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua calon wakil kepala

daerah kepada DPRD untuk dipilih.

(7) Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih

dilantik menjadi kepala daerah.

(7) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengusulkan dua calon wakil kepala

daerah kepada DPRD untuk dipilih.

(7) Dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai

politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkan

pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah

selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.

(7) Untuk memilih wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4),

pemilihannya dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.

Pasal 109

(8) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih dilakukan

oleh Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

(8) Pengesahan pengangkatan pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil

walikota terpilih dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden selambatlambatnya

dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

(8) Pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih diusulkan oleh DPRD provinsi,

selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Presiden melalui Menteri Dalam

Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU provinsi untuk

mendapatkan pengesahan pengangkatan.

(8) Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diusulkan oleh

DPRD kabupaten/kota, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri

Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih

dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.

Pasal 110

(6) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan

mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik.

(6) Sumpah/janji kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi

kewajiban saya sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan

seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya

serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa.”

(6) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memegang

jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih

kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pasal 111

(4) Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.

(4) Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dilantik oleh Gubernur atas nama

Presiden.

(4) Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dalam Rapat

Paripurna DPRD.

(4) Tata cara pelantikan dan pengaturan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pasal 112

Biaya kegiatan Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibebankan pada APBD.

Paragraf Keenam

Pemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 113

(1) Pemantauan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dilakukan oleh

pemantau pemilihan yang meliputi lembaga swadaya masyarakat, dan badan hukum dalam

negeri.

(2) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan

yang meliputi:

a. bersifat independen; dan

b. mempunyai sumber dana yang jelas.

(3) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mendaftarkan

dan memperoleh akreditasi dari KPUD.

Pasal 114

(1) Pemantau pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada KPUD

paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah

terpilih.

(2) Pemantau pemilihan wajib mematuhi segala peraturan perundang-undangan.

(3) Pemantau pemilihan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dicabut

haknya sebagai pemantau pemilihan dan/atau dikenai sanksi sesuai peraturan perundangundangan.

(4) Tata cara untuk menjadi pemantau pemilihan dan pemantauan pemilihan serta pencabutan

hak sebagai pemantau diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf Ketujuh

Ketentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 115

(1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri

sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih,

diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling, lama 3 (tiga)

bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan

orang yang kehilangan hak pilihnya tersebut mengadukan, diancam dengan pidana penjara

paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit

Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam

Undang-Undang ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk

digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan,

diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan

belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan

paling banyak Rp6,000,000,00 (enam juta rupiah).

(4) Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh

orang lain menggunakannya sebagai surat sah, diancam dengan pidana penjara paling

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling

sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam

juta rupiah).

(5) Setiap orang yang dengan k6kerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya

saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih

dalam Pemilihan kepala daerah menurut undang-undang ini, diancam dengan pidana

penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau

denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak

Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

(6) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau

menggunakan Surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang

diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Pasangan calon kepala daerah/wakil kepala

daerah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18

(delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah)

dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Pasal 116

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah

ditetapkan oleh KPUD untuk masing-masing pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 75 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau

paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)

atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f

diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan

belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau

paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah),

(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan, kampanye

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78

huruf g, huruf h, huruf i dan huruf j dan Pasal 79 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), diancam

dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan

dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(4) Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala

desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83

diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam)

bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling

banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

(5) Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya

kampanye, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6

(enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau

paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

(6) Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling

singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling

sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

(7) Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana kampanye dari atau

kepada pihak-pihak yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1), dan/atau

tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2), diancam

dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh

empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau

paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(8) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan

dana kampanye sebagaimana diwajibkan oleh Undang-Undang ini, diancam dengan pidana

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda

paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah).

Pasal 117

(6) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan

menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.

dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(6) Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya

kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih Pasangan calon

tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya

menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling

lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)

dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(6) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja mengaku dirinya sebagai

orang lain untuk menggunakan hak pilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15

(lima belas) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari dan/atau denda paling sedikit

Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(6) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya

lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1

(satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.00

(dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(6) Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara diancam dengan

pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda

paling sedikit. Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.00

(sepuluh juta rupiah).

(6) Seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja

untuk memberikan suaranya, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa

ditinggalkan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama

12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan

paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(6) Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang

pemilih selain yang diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), diancam dengan

pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau

denda paling sedikit Rp1 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah).

(6) Setiap orang yang bertugas membantu. pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89

ayat (2) dengan sengaja memberitahukan pilihan si pemilih kepada orang lain, diancam

dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan

dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pasal 118

(8) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang

pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan Pasangan calon tertentu mendapat

tambahan suara atau perolehan suaranya berkurang, diancam dengan pidana penjara

paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),

(8) Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara

yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau

paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah)

dan paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(8) Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya hasil

pemungutan suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15

(lima belas) hari dan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00

(seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(8) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah hasil penghitungan suara dan/atau berita

acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, diancam dengan pidana penjara paling

singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit

Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Pasal 119

Jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja oleh penyelenggara atau pasangan calon, ancaman

pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diatur dalam Pasal 115, Pasal 116, Pasal

117, dan Pasal 118.

Bagian Kesembilan

Perangkat Daerah

Pasal 120

(8) Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,

dan lembaga teknis daerah.

(8) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas

daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.

Pasal 121

(4) Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah.

(3) Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan kewajiban

membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah

dan lembaga teknis daerah.

(3) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekretaris

daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.

(3) Apabila sekretaris daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas sekretaris daerah

dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah.

Pasal 122

(2) Sekretaris Daerah diangkat dari. pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.

(2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk;, provinsi diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundangundangan.

(2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota diangkat dan

diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundangundangan.

(2) Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pegawai negeri sipil di

daerahnya.

Pasal 123

(3) Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD.

(3) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh

Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD.

(3) Sekretaris DPRD mempunyai tugas:

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;

. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;

. mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan

. menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam

melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

(3) Sekretaris DPRD dalam menyediakan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf d wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD.

(3) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional berada dibawah

dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung

jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

(3) Susunan organisasi sekretariat DPRD ditetapkan, dalam peraturan daerah berpedoman

pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 124

(0) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.

(0) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala

daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

(0) Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 125

(4) Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam

penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan,

kantor, atau rumah, sakit umum daerah.

(4) Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang

diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul

Sekretaris Daerah.

(4) Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 126

(6) Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan

Pemerintah.

(6) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam

pelaksanaan tugasnya. memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota

untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.

(6) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) camat juga menyelenggarakan tugas

umum pemerintahan meliputi:

. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;

. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;

. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;

. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;

. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau

yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

(6) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul

sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan

teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(6) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota

melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota.

(6) Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada

camat.

(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana 4imaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),

dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota dengan berpedoman pada

Peraturan Pemerintah.

Pasal 127

(3) Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan

Pemerintah.

(3) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh lurah yang dalam

pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.

(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lurah mempunyai tugas:

. pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;

. pemberdayaan masyarakat;

. pelayanan masyarakat;

. penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; dan

. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.

(3) Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat

dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi

persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung

jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

(3) Lurah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh

perangkat kelurahan.

(3) Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab kepada

Lurah.

(3) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat

dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),

ayat (6), dan ayat (7) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 128

(0) Susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan

ayat (2) ditetapkan dalam Perda dengan, memperhatikan faktor-faktor tertentu dan

berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(0) Pengendalian organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

oleh Pemerintah untuk provinsi, dan oleh Gubernur untuk kabupaten/kota dengan

berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(0) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman

pada Peraturan Pemerintah.

BAB V

KEPEGAWAIAN DAERAH

Pasal 129

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(3) Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu

kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional.

(3) Manajemen pegawai negeri sipil daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan

pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum,

pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah.

Pasal 130

(7) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada

pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh Gubernur.

(7) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada

pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah berkonsultasi

kepada Gubernur.

Pasal 131

(9) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh

Gubernur setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(9) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi

ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan

Kepegawaian Negara.

(9) Perpindahan pegawai negeri sipil provinsi/kabupaten/kota ke departemen/lembaga

pemerintah non departemen atau sebaliknya, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah

memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Pasal 132

Penetapan formasi pegawai negeri sipil daerah provinsi/kabupaten/kota setiap tahun anggaran

dilaksanakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atas usul, Gubernur.

Pasal 133

Pengembangan karier pegawai negeri sipil daerah mempertimbangkan integritas dan moralitas,

pendidikan dan pelatihan, pangkat, mutasi jabatan, mutasi antar daerah, dan kompetensi.

Pasal 134

(3) Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil daerah dibebankan pada APBD yang bersumber

dari alokasi dasar dalam dana alokasi umum.

(3) Penghitungan dan penyesuaian besaran alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) akibat pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah

dilaksanakan setiap tahun.

(3) Penghitungan alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dalam

Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan

Pemerintahan Daerah.

(3) Pemerintah melakukan pemutakhiran data pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan

pegawai negeri sipil daerah untuk penghitungan dan penyelesaian alokasi dasar

sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 135

(2) Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada

tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.

(2) Standar, norma, dan prosedur pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil

daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

BAB VI

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 136

(2) Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.

(2) Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota

dan tugas pembantuan.

(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masingmasing

daerah.

(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan

umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah diundangkan• dalam lembaran

daerah.

Pasal 137

Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang

meliputi:

c. kejelasan tujuan;

c. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

c. dapat dilaksanakan;

c. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

c. kejelasan rumusan; dan

c. keterbukaan.

Pasal 138

(4) Materi muatan Perda mengandung asas:

. pengayoman;

. kemanusiaan;

. kebangsaan;

. kekeluargaan;

. kenusantaraan;

. bhineka tunggal ika;

. keadilan;

. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

(4) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perda dapat memuat asas lain sesuai

dengan substansi Perda yang bersangkutan.

Pasal 139

(2) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis, dalam rangka

penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.

(2) Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman

kepada peraturan perundang-undangan.

Pasal 140

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(5) Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota.

(5) Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan

rancangan Perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan Perda

yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan Gubernur

atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

(5) Tata cara mempersiapkan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur atau

Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 141

(7) Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat

kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan Perda sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pasal 142

(2) Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat

DPRD.

(2) Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur, atau Bupati/Walikota

dilaksanakan oleh sekretariat daerah.

Pasal 143

(2) Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum,

seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan.

(2) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam), bulan atau denda

paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya.

Pasal 144

(3) Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau

Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota

untuk ditetapkan sebagal Perda.

(3) Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam

jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

(3) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh

Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut

disetujui bersama.

(3) Dalam hal rancangan Perda tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan

wajib diundangkan dengan memuatnya dalam lembaran daerah.

(3) Dalam hal sahnya rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rumusan kalimat

pengesahannya berbunyi, “Perda ini dinyatakan sah,” dengan mencantumkan tanggal

sahnya.

(3) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dibubuhkan pada halaman

terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.

Pasal 145

(2) Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) had setelah ditetapkan.

(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan, kepentingan umum

dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh

Pemerintah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(2) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan

Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(2) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD

bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.

(2) Apabila provinsi/kabupaten/kota – tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan

perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah

Agung.

(2) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau

seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi

batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

(2) Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.

Pasal 146

(2) Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah

menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah.

(2) Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 147

(3) Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan

dalam Berita Daerah.

(3) Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita

Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah.

(3) Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran

Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

Pasal 148

(6) Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban

umum dan ketenteraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja,

(6) Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 149

(7) Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh

pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan

penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda.

BAB VII

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Pasal 150

(2) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan

daerah sebagal satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(2) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh

pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya yang

dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

(3) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun secara

berjangka meliputi:

a. Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat dengan RPJP daerah untuk

jangka waktu 20 (dua puluh tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan

daerah yang mengacu kepada RPJP nasional;

b. Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya disebut RPJM

daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan

program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP daerah

dengan memperhatikan RPJM nasional;

c. RPJM daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b memuat arah kebijakan keuangan

daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja

perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan

disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan

yang bersifat indikatif;

d. Rencana kerja pembangunan daerah, selanjutnya disebut RKPD, merupakan

penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat

rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja

dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah

maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu

kepada rencana kerja Pemerintah;

e. RPJP daerah dan RJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b

ditetapkan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 151

(1) Satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana strategis yang selanjutnya disebut

Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan

pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya, berpedoman pada RPJM Daerah dan

bersifat indikatif.

(2) Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana

kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan

pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang

ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Pasal 152

(1) Perencanaan pembangunan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan

dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a. penyelenggaraan pemerintahan daerah;

b. organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah;

c. kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah;

d. keuangan daerah;

e. potensi sumber daya daerah;

f. produk hukum daerah;

g. kependudukan;

h. informasi dasar kewilayahan; dan

i. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(3) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, untuk tercapainya daya guna dan

hasil guna, pemanfaatan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola

dalam sistem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional.

Pasal 153

Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 disusun untuk

menjamin ” keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan

pengawasan.

Pasal 154

Tahapan, tata -cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan

daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah yang berpedoman pada perundangundangan.

BAB VIII

KEUANGAN DAERAH

Paragraf Kesatu

Umum

Pasal 155

(3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan

atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah

didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara.

(3) Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pendanaan penyelenggaraan

urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 156

(3) Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.

(3) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah.

melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengaw9san,

keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah.

(3) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan

yang menerima/mengeluarkan uang.

Paragraf Kedua

Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan

Pasal 157

Sumber pendapatan daerah terdiri atas:

b. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:

0) hasil pajak daerah;

0) hasil retribusi daerah;

0) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

0) lain-lain PAD yang sah;

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

b. dana perimbangan; dan

c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pasal 158

(1) Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-undang yang pelaksanaannya

di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.

(2) Pemerintahan daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang

telah ditetapkan undang-undang.

(3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

157 huruf a angka 3 dan lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157

huruf a angka 4 ditetapkan dengan Perda berpedoman pada peraturan perundangundangan.

Pasal 159

Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf b terdiri atas:

a. Dana Bagi Hasil;

b. Dana Alokasi Umum; dan

c. Dana Alokasi Khusus.

Pasal 160

(1) Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf a bersumber dari pajak dan

sumber daya alam.

(2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

dari:

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan,

pertambangan serta kehutanan;

b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan,

perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan;

c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi

dalam negeri.

(3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) berasal dari:

a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan (IHPH),

provisi sumber daya hutan (PSDH), dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah

daerah yang bersangkutan;

b. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent)

dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan dari

wilayah daerah yang bersangkutan;

c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari

penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil

perikanan;

d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang

bersangkutan;

e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang

bersangkutan;

f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian

Pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang

bersangkutan.

(4) Daerah penghasil sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh

Menteri Dalam Negeri berdasarkan pertimbangan dari menteri teknis terkait.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(5) Dasar penghitungan bagian daerah dari daerah penghasil sumber daya alam ditetapkan

oleh Menteri Teknis terkait setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

(3) Pelaksanaan ketentuan pada ayat,(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih

lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 161

(3) DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf b dialokasikan berdasarkan persentase

tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN.

(3) DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada

aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan

pemerintahan yang formula dan penghitungan DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-undang.

Pasal 162

(0) Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf c dialokasikan,

dari APBN kepada daerah tertentu, dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi

untuk:

. mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional;

. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

(0) Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dikoordinasikan dengan Gubernur.

(0) Penyusunan kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan

setelah dikoordinasikan oleh daerah yang bersangkutan.

(0) ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 163

(3) Pedoman penggunaan, supervisi, monitoring, dan evaluasi atas dana bagi hasil pajak, dana

bagi hasil sumber daya alam, DAU, dan DAK diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.

(3) Pengaturan lebih lanjut mengenai pembagian dana perimbangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 157 huruf b ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Pasal 164

(3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 huruf c

merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi

hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah.

(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan berupa uang, barang,

dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri

atau luar negeri.

(3) Pendapatan dana darurat sebagaimana- dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan

Pemerintah dari APBN kepada pemerintah daerah untuk mendanai keperluan mendesak

yang diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD.

Pasal 165

(6) Keadaan yang dapat digolongkan sebagai peristiwa tertentu sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 164 ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

(6) Besarnya alokasi dana darurat ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan

pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Menteri teknis terkait.

(6) Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban penggunaan dana darurat diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pasal 166

(2) Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat kepada daerah yang dinyatakan mengalami

krisis keuangan daerah, yang tidak mampu diatasi sendiri, sehingga mengancam

keberadaannya sebagai daerahi otonom.

(2) Tata cara pengajuan permohonan, evaluasi oleh Pemerintah, dan pengalokasian dana

darurat di atur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 167

(4) Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan

masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

22.

(4) Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan

fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta

mengembangkan sistem jaminan sosial.

(4) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan analisis standar

belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 168

(2) Belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dalam Perda yang berpedoman pada

Peraturan Pemerintah.

(2) Belanja pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan

Pemerintah.

Pasal 169

(3) Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat

melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga

keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat.

(3) Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk

membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah.

Pasal 170

(3) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman

hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh

pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

(3) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara

Menteri Keuangan dan kepala daerah.

Pasal 171

(2) Ketentuan mengenai pinjaman daerah dan obligasi daerah diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mengatur

tentang:

. persyaratan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman;

. penganggaran kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo dalam APBD;

. pengenaan sanksi dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban

membayar pinjaman kepada Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga

perbankan, serta lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat;

. tata cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman setiap

semester dalam tahun anggaran berjalan;

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

. persyaratan penerbitan obligasi daerah, pembayaran bunga dan pokok obligasi;

. pengelolaan obligasi daerah, yang mencakup pengendalian risiko, penjualan dan

pembelian obligasi, pelunasan dan penganggaran dalam APBD.

Pasal 172

(3) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu

yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun anggaran.

(3) Pengaturan tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mengatur

persyaratan pembentukan dana cadangan, serta pengelolaan dan pertanggungjawabannya.

Pasal 173

(2) Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik

Pemerintah dan/atau milik swasta.

(2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah, dikurangi, dijual

kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah.

(2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Paragraf Ketiga

Surplus dan Defisit APBD

Pasal 174

(2) Dalam, hal APBD diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan dalam Perda tentang

APBD.

(2) Surplus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan untuk:

. pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo;

. penyertaan modal (investasi daerah);

. transfer ke rekening dana cadangan.

(2) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, dapat didanai dari sumber pembiayaan daerah yang

ditetapkan dalam Perda tentang APBD.

(2) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersumber dari:

. sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu;

. transfer dari dana cadangan;

. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

. pinjaman daerah.

Pasal 175

(2) Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian defisit anggaran setiap daerah.

(2) Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam

Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.

(2) Dalam hal pemerintah daerah -tidak. memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), Pemerintah dapat melakukan penundaan atas penyaluran dana perimbangan.

Paragraf Keempat

Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi

Pasal 176

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif

dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan

berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Paragraf Kelima

BUMD

Pasal 177

Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan

kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada

peraturan perundang-undangan.

Paragraf Keenam

Pengelolaan Barang Daerah

Pasal 178

(2) Barang milik daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat

dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan, atau digadaikan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Barang milik daerah dapat dihapuskan dari daftar inventaris barang daerah untuk dijual,

dihibahkan, dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(2) Pelaksanaan, pengadaan barang dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan

kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, dan transparansi dengan

mengutamakan produk dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pelaksanaan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan

kebutuhan daerah, mutu barang, usia pakai, dan nilai ekonomis yang dilakukan secara

transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Paragraf Ketujuh

APBD

Pasal 179

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran

terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Pasal 180

(3) Kepala daerah dalam penyusunan rancangan APBD menetapkan prioritas dan plafon

anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat

daerah.

(3) Berdasarkan prioritas dan plafon anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala

satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja

perangkat daerah dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

(3) Rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan

penyusunan rancangan Perda tentang APBD tahun berikutnya.

Pasal 181

(3) Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan

dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(2) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas pemerintah daerah

bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD, serta prioritas dan plafon anggaran.

(3) Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan Perda sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran

dilaksanakan.

(4) Atas dasar persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah

menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan rancangan

dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 182

Tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat. daerah serta tata cara

penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah diatur dalam Perda

yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Paragraf Kedelapan

Perubahan APBD

Pasal 183

(1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:

a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;

b. keadaan, yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit

organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan

c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya

harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan.

(2) Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD, disertai

penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.

(3) Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda tentang perubahan APBD

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan

sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Paragraf Kesembilan

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Pasal 184

(1) Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan

APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa

Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi

laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan, keuangan, yang

dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah.

(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai

dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf Kesepuluh

Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD,

Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Pasal 185

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(1) Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan

Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling

lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.

(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam

Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya

rancangan dimaksud.

(3) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD

dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur

menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Gubernur.

(4) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang A PBD

dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur

bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak

diterimanya hasil evaluasi.

(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap

menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang

penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri

membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya

pagu APBD tahun sebelumnya.

Pasal 186

(1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan

rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh

Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima

belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/kota dan rancangan

Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan

rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota

menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota.

(4) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan

rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD tidak sesuai dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota

bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya

hasil evaluasi.

(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan

Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan

Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Per aturan

Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan Perda dan Peraturan Bupati/Walikota dimaksud

sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

(6) Gubernur menyampaikan, hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD

dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam

Negeri.

Pasal 187

(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (3) tidak

mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan

kepala daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya

sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan

yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(2) Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan

Gubernur bagi kabupaten/kota.

(3) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rancangan peraturan

kepala daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 (lima

belas) hari terhitung sejak DPRD tidak. mengambil keputusan bersama dengan kepala

daerah terhadap rancangan Perda tentang APBD.

(4) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari Menteri Dalam Negeri atau Gubernur tidak

mengesahkan rancangan per aturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi

peraturan kepala daerah.

Pasal 188

Proses penetapan rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala

daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD menjadi Perda dan peraturan kepala daerah berlaku

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal 187.

Pasal 189

Proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan

tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185 dan Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak

daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk

tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi urusan tata ruang.

Pasal 190

Peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD dan peraturan kepala daerah tentang

Penjabaran Perubahan APBD dijadikan dasar penetapan dokumen pelaksanaan anggaran satuan

kerja perangkat daerah.

Pasal 191

Dalam rangka evaluasi pengelolaan keuangan daerah dikembangkan sistem informasi keuangan

daerah yang menjadi satu kesatuan dengan sistem informasi pemerintahan daerah.

Paragraf Kesebelas

Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah

Pasal 192

(1) Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan

dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.

(2) Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat keputusan otorisasi oleh

kepala daerah atau surat keputusan lain yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi.

(3) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran

tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD.

(4) Kepala daerah, wakil kepala daerah, pimpinan DPRD, dan pejabat daerah lainnya, dilarang

melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari yang

telah ditetapkan dalam APBD.

Pasal 193

(1) Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan

dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu

likuiditas keuangan daerah.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(2) Bunga deposito, bunga atas penempatan uang di bank, jasa giro, dan/atau bunga atas

investasi jangka pendek merupakan pendapatan daerah.

(3) Kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan tentang:

. penghapusan tagihan daerah, sebagian atau seluruhnya; dan

. penyelesaian masalah Perdata.

Pasal 194

Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban

keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

BAB IX

KERJA SAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 195

(5) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama

dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan

publik, sinergi dan saling menguntungkan.

(5) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk badan

kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama.

(5) Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.

(5) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yang membebani masyarakat

dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD.

Pasal 196

(6) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola

bersama oleh daerah terkait.

(6) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama

dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat.

(6) Untuk pengelolaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dan ayat (2), daerah

membentuk badan kerja sama.

(6) Apabila daerah tidak melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh Pemerintah.

Pasal 197

Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 dan Pasal 196 diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 198

(4) Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar

kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.

(4) Apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya,

serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar w}layahnya, Menteri Dalam Negeri

menyelesaikan perselisihan dimaksud.

(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.

BAB X

KAWASAN PERKOTAAN

Pasal 199

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(4) Kawasan perkotaan dapat berbentuk:

. Kota sebagai daerah otonom;

. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;

. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri

perkotaan.

(4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh pemerintah

kota.

(4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelola oleh daerah atau

lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada pemerintah kabupaten.

(4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam hal penataan ruang

dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait.

(4) Di kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan,

pemerintah daerah yang bersangkutan dapat membentuk badan pengelola pembangunan.

(4) Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan,

pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan

masyarakat.

(4) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)

ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

BAB XI

DESA

Bagian Pertama

Umum

Pasal 200

(3) Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari

pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.

(3) Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan memperhatikan asal

usulnya atas prakarsa masyarakat.

(3) Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi

kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah desa bersama badan permusyawaratan

desa yang ditetapkan dengan Perda.

Pasal 201

(0) Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan pada

APBD kabupaten/kota.

(0) Dalam hal desa berubah statusnya menjadi kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan

daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan.

Bagian Kedua

Pemerintah Desa

Pasal 202

(4) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa.

(4) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.

(4) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang

memenuhi persyaratan.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pasal 203

(4) Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari

penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara

pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

(4) Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai kepala desa.

(4) Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat

setempat yang ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 204

Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu)

kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 205

(3) Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah

pemilihan.

(3) Sebelum memangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah/janji.

(3) Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud adalah sebagai berikut:

“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya

selaku kepala desa dengan sebaik-baiknya, sejujur jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya

akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar

negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang

Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan seluruslurusnya

yang berlaku bagi desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Pasal 206

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:

g. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;

g. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan

pengaturannya kepada desa;

g. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah

kabupaten/kota;

g. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangan-undangan diserahkan

kepada desa.

Pasal 207

Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota

kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

Pasal 208

Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa diatur

lebih lanjut dengan Perda berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Badan Permusyawaratan Desa

Pasal 209

Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pasal 210

(1) Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang

ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.

(2) Pimpinan badan permusyawaratan desa dipilih dari dan oleh anggota badan

permusyawaratan desa.

(3) Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat

dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

(4) Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan badan permusyawaratan desa diatur

dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Lembaga Lain

Pasal 211

(1) Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa

dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(2) Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu

pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa.

Bagian Kelima

Keuangan Desa

Pasal 212

(1) Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang,

serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik

desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat, (1) menimbulkan pendapatan,

belanja dan pengelolaan keuangan desa.

(3) Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

a. pendapatan asli desa;

b. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;

c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

kabupaten/kota;

d. bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota;

e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

(4) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk mendanai

penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

(5) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala

desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja

desa.

(6) Pedoman pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan

oleh Bupati/Walikota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 213

(1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.

(2) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan

perundang-undangan.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(3) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pinjaman

sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

Kerja Sama Desa

Pasal 214

(1) Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan

bersama dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat.

(2) Kerjasama antar desa dan desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan sesuai dengan kewenangannya.

(3) Kerjasama desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat, (1) dapat dilakukan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

dapat dibentuk badan kerja sama.

Pasal 215

(1) Pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak

ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perda, dengan

memperhatikan:

a. kepentingan masyarakat desa;

b. kewenangan desa;

c. kelancaran pelaksanaan investasi;

d. kelestarian lingkungan hidup;

e. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.

Pasal 216

(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada

Peraturan Pemerintah.

(2) Perda, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengakui dan menghormati hak, asalusul,

dan adat istiadat desa.

BAB XII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 217

(1) Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah

yang meliputi:

a. koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;

b. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;

c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;

d. pendidikan dan pelatihan; dan

e. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan

urusan pemerintahan.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan secara berkala pada

tingkat nasional, regional, atau provinsi.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

(3) Pemberian pedoman dan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup

aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian dan

pengawasan.

(3) Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

c dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh kepada

seluruh daerah Maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan.

(3) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan secara

berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah,

pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa.

(3) Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu-waktu

dengan memperhatikan susunan pemerintahan.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dapat

dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian.

Pasal 218

(4) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah

yang meliputi:

. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;

. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat

pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 219

(2) Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pemerintahan daerah,

kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS

daerah, kepala desa, anggota badan permusyawaratan desa, dan masyarakat.

Pasal 220

(2) Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pemerintahan daerah,

kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah,

dan kepala desa.

Pasal 221

Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218,

digunakan sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh Pemerintah dan dapat digunakan sebagai

bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 222

(2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri

Dalam Negeri.

(2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur.

(2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh

Bupati/Walikota.

(2) Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dapat melimpahkan kepada camat.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pasal 223

Pedoman pembinaan dan pengawasan yang meliputi standar, norma, prosedur, penghargaan, dan

sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XIII

PERTIMBANGAN DALAM KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

Pasal 224

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat membentuk suatu

dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi

daerah.

(2) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan saran dan

pertimbangan kepada Presiden antara lain mengenai rancangan kebijakan:

a. pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan

khusus;

b. perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, yang meliputi:

1) perhitungan bagian masing-masing daerah atas dana bagi hasil pajak dan

sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

2) formula dan perhitungan DAU masing-masing daerah berdasarkan besaran

pagu DAU sesuai dengan peraturan perundangan;

3) DAK masing-masing daerah untuk setiap tahun anggaran berdasarkan besaran

pagu DAK dengan menggunakan kriteria sesuai dengan peraturan

perundangan.

(3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang

susunan organisasi keanggotaan dan tata laksananya diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Presiden.

BAB XIV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 225

Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan

Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.

Pasal 226

(1) Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua, dan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri.

(2) Keistimewaan untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah tetap dengan ketentuan bahwa

penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didasarkan pada

Undang-Undang ini.

(3) Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah diselenggarakan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam, dengan penyempurnaan:

a. Pemilihan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan April

2005, diselenggarakan pemilihan secara langsung sebagaimana dimaksud Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Istimewa Aceh sebagai provinsi Nanggroe Aceh Darussalam paling lambat pada

bulan Mei 2005.

. Kepala daerah selain yang dinyatakan pada huruf (a) diatas diselenggarakan

pemilihan kepala daerah sesuai dengan periode masa jabatannya.

. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum

Undang-Undang ini disahkan sampai dengan bulan April 2005, sejak masa

jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah.

. Penjabat kepala daerah tidak dapat menjadi calon kepala daerah atau calon wakil

kepala daerah yang dipilih, secara langsung sebagaimana dimaksud Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh

sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

. Anggota Komisi Independen Pemilihan dari unsur anggota Komisi Pemilihan Umum

Republik Indonesia diisi oleh Ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Pasal 227

(2) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai

Ibukota Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang-undang tersendiri.

(2) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara berstatus sebagai daerah

otonomi, dan dalam wilayah administrasi tersebut tidak dibentuk daerah yang berstatus

otonom.

(2) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pengaturan:

. kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai ibukota Negara;

. tempat kedudukan perwakilan negara-negara sahabat;

. keterpaduan rencana umum tata ruang Jakarta dengan rencana umum tata ruang

daerah sekitar;

. kawasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang dikelola

langsung oleh Pemerintah.

Pasal 228

(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) yang didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi

vertikal di daerah.

(2) Instansi vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah, susunan dan luas wilayah

kerjanya ditetapkan Pemerintah.

(2) Pembentukan, susunan organisasi, dan tata laksana instansi vertikal di daerah,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(2) Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan menjadi

milik daerah.

Pasal 229

Batas daerah provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan wilayah negara lain, diatur

berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan hukum internasional yang

pelaksanaannya ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 230

Anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik, Indonesia tidak

menggunakan hak memilihnya dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sepanjang

belum diatur dalam undang-undang.

BAB XV

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 231

Pada saat berlakunya undang-undang, ini, nama, batas, dan ibukota provinsi, daerah khusus,

daerah istimewa, kabupaten, dan kota, tetap berlaku kecuali ditentukan lain dalam peraturan

perundang-undangan.

Pasal 232

(4) Provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa yang ada pada saat

diundangkannya Undang-Undang ini tetap sebagai provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,

kelurahan, dan desa kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.

(4) Pembentukan daerah provinsi atau kabupaten/kota yang telah memenuhi seluruh

persyaratan pembentukan sesuai peraturan perundang-undangan tetap diproses sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 233

(3) Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juni

2005 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang ini pada bulan Juni 2005.

(3) Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada bulan Januari 2009 sampai dengan

bulan Juli 2009 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang ini pada bulan Desember 2008.

Pasal 234

(3) Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum bulan Juni

2005, sejak masa jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah.

(3) Penjabat kepala daerah yang ditetapkan sebelum diundangkannya Undang-Undang ini,

menjalankan tugas sampai berakhir masa jabatannya.

(3) Pendanaan kegiatan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang

diselenggarakan pada tahun 2005 dibebankan pada APBN dan APBD.

Pasal 235

Pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota dalam satu daerah yang sama yang berakhir masa

jabatannya pada bulan dan tahun yang sama dan/atau dalam kurun waktu antara 1 (satu) sampai

dengan 30 (tiga puluh) hari, pemungutan suaranya diselenggarakan pada hari yang sama.

Pasal 236

(3) Kepala desa dan perangkat desa yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini

tetap menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya.

(3) Anggota badan perwakilan desa yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini

menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini`sampai habis masa

jabatannya.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 237

Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah

otonom wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini.

http://www.hukumonline.com

http://www.hukumonline.com

Pasal 238

(4) Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah

sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan

tetap berlaku.

(4) Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua)

tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan.

Pasal 239

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 240

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 15 Oktober 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 15 Oktober 2004

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 125

Tinggalkan komentar